Aborsi kini sudah semakin marak di Indonesia, bermunculan berita di media yang mengungkapkan aborsi dilakukan oleh remaja lantaran cinta yang belum resmi. Bisa di katakana mereka sudah melakukan hubungan intim di atas ranjang, namun belum siap resikonya. Wanita ini tidak mengharapkan kehamilan setelah melakukan hubungan tersebut. Biasanya para korban masih dalam usia sekolah antara SMA sampai kuliah. Namun beberapa korban adalah mereka yang sudah kerja.
Kehamilan yang terjadi karena tidak di rencanakan memang menjadi beban mental berat. Baik secara usia belum matang, secara financial belum mencukupi, serta tanggung jawab masih belum penuh. Sebenarnya mereka belum siap, sehingga terpaksa harus membunuh bayi yang ada di dalam kandungan.
Anda harus mengerti, melakukan aborsi tidak semudah membalikan telapak tangan. Operasi aborsi memiliki prosedur rumit dan jika di lakukan sembarangan akan menimbulkan resiko serius bagi kesehatan. Siapa pun wanita yang sudah melakukan aborsi, baik perkembangan mental, spiritual, fisik, serta emosionalnya terpengaruh. Perasaan bersalah atas membunuh darah dagingnya akan melekat seumur hidup. Sebaik apapun dan sejelek watak apapun wanita itu.
Aborsi sebenarnya juga tidak di lakukan karena terjadi hamil di luar nikah. Namun kala bayi yang berada di dalam kandungan meninggal, wanita tersebut juga melakukan aborsi untuk mengambil bayi yang ada di rahim. Biasanya hal ini di namakan keguguran. Selain itu alasan lain yang mendasari wanita melakukan aborsi karena masalah kesehatan, seperti jika ia sudah di diagnose kerusakan rahim. Akan sangat membahayakan kesehatan bayi dan ibu yang mengandung jika proses kehamilan terus di lakukan. Untuk itu melakukan aborsi demi kesehatan dan kesembuhan sang ibunda.
Cara melakukan aborsi
Aborsi bisa di lakukan oleh ibunda yang tengah hamil dengan beberapa cara. Meskipun cara yang di lakukan cukup banyak varians, bukan berarti melakukan aborsi ini aman. Beberapa contohnya adalah :
Kehamilan yang terjadi karena tidak di rencanakan memang menjadi beban mental berat. Baik secara usia belum matang, secara financial belum mencukupi, serta tanggung jawab masih belum penuh. Sebenarnya mereka belum siap, sehingga terpaksa harus membunuh bayi yang ada di dalam kandungan.
Anda harus mengerti, melakukan aborsi tidak semudah membalikan telapak tangan. Operasi aborsi memiliki prosedur rumit dan jika di lakukan sembarangan akan menimbulkan resiko serius bagi kesehatan. Siapa pun wanita yang sudah melakukan aborsi, baik perkembangan mental, spiritual, fisik, serta emosionalnya terpengaruh. Perasaan bersalah atas membunuh darah dagingnya akan melekat seumur hidup. Sebaik apapun dan sejelek watak apapun wanita itu.
Aborsi sebenarnya juga tidak di lakukan karena terjadi hamil di luar nikah. Namun kala bayi yang berada di dalam kandungan meninggal, wanita tersebut juga melakukan aborsi untuk mengambil bayi yang ada di rahim. Biasanya hal ini di namakan keguguran. Selain itu alasan lain yang mendasari wanita melakukan aborsi karena masalah kesehatan, seperti jika ia sudah di diagnose kerusakan rahim. Akan sangat membahayakan kesehatan bayi dan ibu yang mengandung jika proses kehamilan terus di lakukan. Untuk itu melakukan aborsi demi kesehatan dan kesembuhan sang ibunda.
Cara melakukan aborsi
Aborsi bisa di lakukan oleh ibunda yang tengah hamil dengan beberapa cara. Meskipun cara yang di lakukan cukup banyak varians, bukan berarti melakukan aborsi ini aman. Beberapa contohnya adalah :
- Metode manual vakum
- Metode kuret
- Pelebaran beserta evakuasi
- Menggunakan pil
Bahaya Aborsi Sesuai Usia Kehamilan
Usia kehamilan juga menentukan tingkat berbahayanya melakukan aborsi. Ketika wanita yang melakukan aborsi atas alasan medis, seperti keguguran akan melakukan aborsi dengan proses yang aman dan melalui jalur medis. Rentang usia kehamilan tersebut adalah :
Usia kehamilan juga menentukan tingkat berbahayanya melakukan aborsi. Ketika wanita yang melakukan aborsi atas alasan medis, seperti keguguran akan melakukan aborsi dengan proses yang aman dan melalui jalur medis. Rentang usia kehamilan tersebut adalah :
- Kehamilan selama kurang dari 49 hari. Kehamilan muda seperti ini memerlukan perawatan intensif dari medis 2% lebih lanjut untuk membantu kesembuhannya.
- Kehamilan selama 40 – 63 hari.Sedangkan untuk kehamilan pada usia ini memerlukan perawatan medis lanjut dengan presentase 2.5% untuk mempercepat kesembuhannya
- Kehamilan selama 64 – 70 hari. Masa kehamilan selama ini memerlukan perawatan intensif dari pihak medis 2.7% untuk membantu kesembuhannya
- Kehamilan selama 71 – 77 hari. Untuk kehamilan lebih tua seperti ini lebih besar presentasinya yakni selama 3.3% untuk membantu mempercepat dan memulihkan pasca aborsi. Semakin lama usia kehamilan perawatan yang di butuhkan juga lebih lama. Penyembuhan ini sesuai dengan tingkat keparahan organ reproduksi wanita.
Obat untuk melakukan aborsi
Aborsi yang menggunakan obat sudah cukup lama di gunakan di berbagai Negara di Amerika dan kawasan Epora. Dua obat yang sangat terkenal adalah Mifepristone dan Misoprostol. Negara Prancis sudah sejak tahun 1992 menggunakan dua obat tersebut (dalam kasus medis) untuk menggugurkan kandungan. Hasilnya sekitar 1 juta orang kurang lebih berhasil dan kasus kematian tidak di temukan. Sedangkan di Negara Amerika menggunakan Mifepristone dan Misoprostol, hanya ada sekitar lima kasus kematian saja menggunakan Mifepristone. Untuk itu, FDA menyarankan masyarakat menggunakan obat tersebut sebagai upaya melakukan aborsi dengan tingkat kematian paling rendah
Sebelum menggunakan Mifepristone dan Misoprostol, biasanya masyarakat menggunakan obat Viagra. Obat ini biasa di pakai pada pengobatan disfungsi ereksi. Hasilnya adalah sebanyak 564 pria meninggal di tahun 2000. Menurut penelitian yang sudah di lakukan dimana hasilnya di tulis dalam Journal of American Medical Assocoation sebanyak 11 juta resep yang di tuliskan, ada 546 kasus kematian. Sehingga perbandingan kasus kematian tersebut adalah 1 dari 20.000 pengguna. Sayangnya obat ini masih beredar bebas di pasaran.
Kasus obat bukan hanya terpatok pada Mifepristone dan Misoprostol serta Viagra saja. Penisilin juga sempat meraungi dunia sebagai salah satu obat aborsi. Dari tingkat keberhasilannya, perbandingan angka kematian sebanyak 1 kasus tiap resep 50.000 sampai 100.000 pengguna
Bahaya Aborsi Dengan Obat
Aborsi yang di lakukan dengan bantuan obat biasanya menggunakan mifepristone yang sangat manjur untuk menggugurkan kandungan. Tentu saja, karena reaksi yang di timbulkan kuat efek samping dan resiko juga cukup menantang., yakni :
Pendarahan dalam kurun waktu lama
Melakukan aborsi menggunakan pil tentu saja efek pengeluarannya melalui vagina. Wajar terjadi ketika anda mengonsumsi pil lalu terjadi pendarahan, sebab saat itu rahim sedang berusaha membuang embrio. Namun beberapa wanita mengalami pendarahn sampai 12 hari. Bahkan yang lebih parah sampai 6 minggu.
Terjadi kehamilan ektopik
Kehamilan yang di sebut ektopik terjadi ketika posisi janin berada di saluran tuba falopii. Keberadaan pil mifepristone bisa membunuh janin yang ada di sana. Bahkan kasus parah yang sudah terjadi, pil ini bisa menghancurkan saluran tuba falopii tersebut. Jika hal ini benar benar terjadi, maka pasien harus segera di tangani secara singkat. Telat penanganan saja bisa berakibat fatal untuk pasien.
Aborsi yang tidak sempurna
Kasus aborsi menggunakan metode dan alat apapun memang meninggalkan resiko yang salah satunya adalah aborsi tidak sempurna. Untuk pasien yanh hendak melakukan aborsi dengan bantuan pil memiliki tingkat kegagalan dari 5% sampai dengan 15%. Saat anda mengetahui ada yang tidak beres dengan proses aborsi pil tersebut, harus segera konsultasi ke dokter. Kemungkinan akan di lakukan operasi yang juga bisa berujung pada komplikasi penyakit lain. Bahkan keadaan terburuk seperti kematian juga siap mengintai anda.
Tertular radang panggul
Pelvic inflammatory disease (PID) atau biasa di kenal dengan sebutan radang panggul sangat rentan dengan wanita yang melakukan aborsi menggunakan pil. Presenatse tertularnya bahkan sampai 5%. Pasien akan merasakan nyeri panggul yang sangat sakit, sebab ini merupakan penyakit yang cukup kronis. Biasanya pasien yang sudah terkena penyakit ini memiliki masa subur yang sudah berkurang.. ia juga sangat rentan dengan kehamilan ektopik. Resiko semakin tinggi jika ia juga merupakan pasien yang dulunya menderita penyakit klamidia.
Efek psikologis pasien
Secara psikologis, wanita yang sudah melakukan aborsi lebih mudah depresi dan sangat sensitive. Tak jarang dalam benaknya untuk berfikir bunuh diri ketika merasa masalah yang menimpanya berat. Hal ini sangat mempengaruhi perasaan emosional yang tinggi bisa membawanya pada penyalahgunaan obat obat terlarang. Menurut penelitian yang sudah di lakukan, sangat sedikit wanita yang masih bisa berfikir positif setelah melakukan aborsi.
Resiko kematian tinggi
Kematian merupakan efek yang paling fatal bagi semua pasien. Begitu pula pasien yang melakukan aborsi menggunakan obat mifeprestone. Penelitian yang di lakukan di Amerika Serikat menyebutkan bahwa aborsi menjadi penyebab utama kelima atas kematian wanita. Penelitian lain yang di lakukan di Denmark juga menyebutkan hal sama. Biasanya aborsi menggunakan pil terkait pasca operasi akan terjadi pendarahan hebat, lalu terkena infeksi. Alasan lai penyebab kematian tersebut adalah pasien terkena emboli, infeksi, emboli, anestesi bahkan kehamilan ektopik yang tidak bisa terdiagnosis sebelumnya.
Aborsi yang menggunakan obat sudah cukup lama di gunakan di berbagai Negara di Amerika dan kawasan Epora. Dua obat yang sangat terkenal adalah Mifepristone dan Misoprostol. Negara Prancis sudah sejak tahun 1992 menggunakan dua obat tersebut (dalam kasus medis) untuk menggugurkan kandungan. Hasilnya sekitar 1 juta orang kurang lebih berhasil dan kasus kematian tidak di temukan. Sedangkan di Negara Amerika menggunakan Mifepristone dan Misoprostol, hanya ada sekitar lima kasus kematian saja menggunakan Mifepristone. Untuk itu, FDA menyarankan masyarakat menggunakan obat tersebut sebagai upaya melakukan aborsi dengan tingkat kematian paling rendah
Sebelum menggunakan Mifepristone dan Misoprostol, biasanya masyarakat menggunakan obat Viagra. Obat ini biasa di pakai pada pengobatan disfungsi ereksi. Hasilnya adalah sebanyak 564 pria meninggal di tahun 2000. Menurut penelitian yang sudah di lakukan dimana hasilnya di tulis dalam Journal of American Medical Assocoation sebanyak 11 juta resep yang di tuliskan, ada 546 kasus kematian. Sehingga perbandingan kasus kematian tersebut adalah 1 dari 20.000 pengguna. Sayangnya obat ini masih beredar bebas di pasaran.
Kasus obat bukan hanya terpatok pada Mifepristone dan Misoprostol serta Viagra saja. Penisilin juga sempat meraungi dunia sebagai salah satu obat aborsi. Dari tingkat keberhasilannya, perbandingan angka kematian sebanyak 1 kasus tiap resep 50.000 sampai 100.000 pengguna
Bahaya Aborsi Dengan Obat
Aborsi yang di lakukan dengan bantuan obat biasanya menggunakan mifepristone yang sangat manjur untuk menggugurkan kandungan. Tentu saja, karena reaksi yang di timbulkan kuat efek samping dan resiko juga cukup menantang., yakni :
Pendarahan dalam kurun waktu lama
Melakukan aborsi menggunakan pil tentu saja efek pengeluarannya melalui vagina. Wajar terjadi ketika anda mengonsumsi pil lalu terjadi pendarahan, sebab saat itu rahim sedang berusaha membuang embrio. Namun beberapa wanita mengalami pendarahn sampai 12 hari. Bahkan yang lebih parah sampai 6 minggu.
Terjadi kehamilan ektopik
Kehamilan yang di sebut ektopik terjadi ketika posisi janin berada di saluran tuba falopii. Keberadaan pil mifepristone bisa membunuh janin yang ada di sana. Bahkan kasus parah yang sudah terjadi, pil ini bisa menghancurkan saluran tuba falopii tersebut. Jika hal ini benar benar terjadi, maka pasien harus segera di tangani secara singkat. Telat penanganan saja bisa berakibat fatal untuk pasien.
Aborsi yang tidak sempurna
Kasus aborsi menggunakan metode dan alat apapun memang meninggalkan resiko yang salah satunya adalah aborsi tidak sempurna. Untuk pasien yanh hendak melakukan aborsi dengan bantuan pil memiliki tingkat kegagalan dari 5% sampai dengan 15%. Saat anda mengetahui ada yang tidak beres dengan proses aborsi pil tersebut, harus segera konsultasi ke dokter. Kemungkinan akan di lakukan operasi yang juga bisa berujung pada komplikasi penyakit lain. Bahkan keadaan terburuk seperti kematian juga siap mengintai anda.
Tertular radang panggul
Pelvic inflammatory disease (PID) atau biasa di kenal dengan sebutan radang panggul sangat rentan dengan wanita yang melakukan aborsi menggunakan pil. Presenatse tertularnya bahkan sampai 5%. Pasien akan merasakan nyeri panggul yang sangat sakit, sebab ini merupakan penyakit yang cukup kronis. Biasanya pasien yang sudah terkena penyakit ini memiliki masa subur yang sudah berkurang.. ia juga sangat rentan dengan kehamilan ektopik. Resiko semakin tinggi jika ia juga merupakan pasien yang dulunya menderita penyakit klamidia.
Efek psikologis pasien
Secara psikologis, wanita yang sudah melakukan aborsi lebih mudah depresi dan sangat sensitive. Tak jarang dalam benaknya untuk berfikir bunuh diri ketika merasa masalah yang menimpanya berat. Hal ini sangat mempengaruhi perasaan emosional yang tinggi bisa membawanya pada penyalahgunaan obat obat terlarang. Menurut penelitian yang sudah di lakukan, sangat sedikit wanita yang masih bisa berfikir positif setelah melakukan aborsi.
Resiko kematian tinggi
Kematian merupakan efek yang paling fatal bagi semua pasien. Begitu pula pasien yang melakukan aborsi menggunakan obat mifeprestone. Penelitian yang di lakukan di Amerika Serikat menyebutkan bahwa aborsi menjadi penyebab utama kelima atas kematian wanita. Penelitian lain yang di lakukan di Denmark juga menyebutkan hal sama. Biasanya aborsi menggunakan pil terkait pasca operasi akan terjadi pendarahan hebat, lalu terkena infeksi. Alasan lai penyebab kematian tersebut adalah pasien terkena emboli, infeksi, emboli, anestesi bahkan kehamilan ektopik yang tidak bisa terdiagnosis sebelumnya.
Bahaya Melakukan Aborsi Secara Umum
Tentu saja aborsi memberikan pengaruh dan efek samping setelah melakukannya. Dari beberapa situs kesehatan menyebutkan bahayanya antara lain :
1. Pendarahan
Aborsi meskipun di lakukan untuk mengambil janin yang masih sangat kecil ukurannya juga membutuhkan ruang longgar untuk keluar. Tidak di pungkiri nantinya leher rahim harus robek agar bisa terbuka lebar. Hal ini memicu pendarahan hebat yang membahayakan kesehatan wanita dan melemahkan daya sadarnya. Salah satu cara untuk menghentikan darah yang terus keluar itu adalah melakukan pembedahan.
ads
2. Terkena infeksi
Wanita yang melakukan aborsi bukan di rumah sakit resmi atau hanya di klinik illegal, biasanya tidak terlalu memperdulikan kebersihan dan kesterilan alat alat kesehatan. Biasanya alat bedah yang sudah di gunakan oleh orang lain, lalu di cuci namun tidak bersih atau dig anti akan menyebarkan virus yang bisa menginfeksi pasien lain. Ketika alat tersebut masuk ke dalam rahim, virus akan mulai menyebar dan menimbulkan penyakit baru bagi wanita tersebut. Selain itu pengaruh aborsi yang tidak sempurna juga bisa memicu infeksi. Misalnya ketika dokter tidak mengambil janin dengan bersih atau ada yang tertinggal juga bisa menimbulkan infeksi.
3. Rahim menjadi rusak
Melakukan aborsi memang tidak sederhana. Tidak jarang wanita yang usai melakukan aborsi malah muncul gangguan baru. Salah satunya terkena kerusakan leher rahim. Hal ini terjadi ketika alat alat aborsi yang di gunakan secara tidak sengaja memotong atau merobek leher rahim. Sehingga membuatnya jadi rusak dan bisa berpotensi memicu penyakit baru.
4. Rusaknya organ tubuh lain
Rahim manusia memiliki ukuran yang tidak terlalu besar. Saat melakukan aborsi, alat yang di gunakan untuk menyedot bisa saja melukai organ lain yang berada di dekatnya. Salah satu organ yang biasanya menjadi korban saat aborsi adalah usus atau kandung kemih. Beberapa wanita mengeluhkan sakit di ke dua bagian tersebut setelah melakukan aborsi.
5. Resiko bayi lahir prematur
Kelahiran prematur merupakan tanda bahwa bayi harus lahir sebelum waktunya lahir, gangguan kehamilan. Secara normal, bayi berada di dalam perut ibunya selama 9 bulan 10 hari. Namun karena kondisi bayi atau rahim yang sudah tidak memungkinkan untuk mempertahankannya berada di satu tempat yang sama, akhirnya salah satu harus di keluarkan. Bayi yang lahir secara premature kadang kala memiliki perbedaan bentuk tubuh (fisik) ataupun motorik dengan bayi yang lahir normal. Salah satunya adalah jari yang tidak terlalu panjang, terlambat berbicara, tubuh lemah, serta beberapa memiliki posture pendek. Wanita yang sudah pernah melakukan aborsi juga memiliki resiko ini cukup tinggi. Sebab mereka yang melakukan aborsi organ reproduksi wanitanya sudah rusak, seperti terjadinya trauma di leher rahim (Baca juga : Penyebab bayi lahir prematur).
6. Resiko terkena kanker serviks
Wanita yang sudah pernah melakukan aborsi juga memiliki resiko tinggi terhadap komplikasi penyakit di organ reproduksi. Salah satunya adalah kanker leher rahim atau biasa di kenal dengan kanker serviks. Hal ini berkaitan erat dengan pengambilan embrio dari vagina yang membutuhkan pelebaran. Sehingga kemungkinan leher rahim sobek lalu terinfeksi juga tinggi. Tingkat resikonya bahkan sampai 2,3 kali lebih tinggi dari wanita normal.
7. Terjadi perubahan hormonal
Wanita yang sudah pernah melakukan operasi untuk aborsi, biasanya akan terjadi perubahan hormonal pada dirinya. Tentu saja ini berkaitan dengan kerusakan leher rahim. Perubahan hormonal ini juga bisa di sebabkan pengaruh stress yang semakin meningkat. Keadaan ini tentu saka mempengaruhi sistem imunnitas diri mereka.
8. Resiko terkena perforasi uterus
Sebenarnya resiko tinggi terkena performasi uterus bukan bagi mereka yang mendapat anestesi saat melakukan aborsi, namun juga bagi wanita yang sudah pernah melahirkan. Terjadinya kerusakan uterus inilah yang menjadi komplikasi masalah kehamilan berikutnya. Jika sudah parah, maka bisa berkembang menjadi lebih serius, seperti memerlukan histerektomi. Bahkan jika terus berlanjut bisa menjalar terkena osteoporosis.
9. Meningkatkan resiko penyakit degeneratif
Wanita yang pernah melakukan aborsi juga sangat rentan degan penyakit degenerative (penyakit yang mengenai pada usia tua nanti) seperti penyakit jantung, diabetes, hingga stroke.
10. kemungkinan mengalami sindrom metabolic
Wanita yang sudah pernah melakukan aborsi memiliki kemungkinan peningkatan sindrom metabolic 1,25 kali lebih tinggi. Hal ini sudah di teliti di China bahwa mereka yang melakukan aborsi pada usia dini atau remaja memiliki peningkatan sistem metabolic setiap kali melakukan aborsi lagi. Penelitian yang menggunakan metode kuosioner ini mengambil sampel sebanyak 6.302 perempuan di china yang sudah berusia 40 tahun. Dan hasilnya positif.
11. Timbul rasa bersalah dan penyesalan
Umumnya bagi wanita yang melakukan aborsi akan merasa bersalah dan penuh penyesalan. Entah mereka yang secara sengaja melakukan itu demi menutupi keburukannya (hamil di luar nikah) atau terpaksa melakukannya karena masalah penyakit yang akan mempengaruhi kualitas kesehatannya. Secara fitroh, seorang ibu akan mencintai anaknya yang baru sekecil jempol. Kehamilan memang menjadikan pertalian antara ibu dan anak kuat. Untuk itu mereka akan terlihat sangat emosional jika di singgung tentang anak, bayi, maupun kehamilan.
Aborsi menjadi berita miring jika terdengar oleh masyarakat. Ini semua karena kaitannya dengan pergaulan bebas yang berujung pada kehamilan. Karena belum mampu bertanggung jawab, akhirnya jalan keluar yang di tempuh adalah melakukan aborsi. Padahal penyebab aborsi bukan hanya gara gara masalah tersebut. Bisa saja karena penyakit, atau karena kondisi kedua nyawa yang beresiko tidak tertolong. Kesehatan memang nomor satu. Ini merupakan salah satu paparan bahayanya melakukan aborsi di tempat yang tidak seharusnya. Meskipun tidak menutup kemungkinan melakukan aborsi di tempat medis dan legal, resikonya lebih menurun. Namun setidaknya bisa di bilang lebih aman dan bisa di pertanggung jawabkan. Untuk itu lakukanlah sesuai prosedur, di tempat legal, dan peralatan medis yang lengkap dan memadai.